Friday, March 29, 2013

"Kena Bengek"


Alwin Syahputra

DONI locak, dia jaga kali ini. Kami mengambil ancang-ancang menjauh dari jangkauannya melempar bola. Sebab lemparan bolanya sangat berbahaya. Selain tepat sasaran, lemparannya juga sangat kuat. Kalau terkena badan, rasanya sangat sakit sekali, pedas. Kami menyebutnya “Kena Bengek”.

Punggungku saja merah-merah bekas lemparan bola yang terbuat dari plastik seukuran bola kasti itu. Siapa yang tidak tahan menahan lemparan itu, pasti menangis. Tapi kali ini kami harus hati-hati dan lebih gesit lagi menghindari lemparan bolanya.

“Awas…! Woiii…!!,” teriak kawan-kawan agar menjauh dari jangkauan lemparan Si Doni.

Doni tampak menggenggam bola plastik itu, dia mengamati sekeliling halaman masjid yang selebar lapangan bulutangkis itu. Sesekali dia menggertak dengan berpura-pura melempar lawannya yang mendekat. Yang digertak pun berkelit-kelit menghindar.

Permainan ini kami namakan “Bola Bengek”. Main bola bengek ini sangat populer di era tahun 80an hingga 90an. Aturannya, pemain yang jaga tidak boleh bergerak selangkah pun dari posisinya melempar bola untuk mengenai lawannya. 

Sebelum permainan dimulai, pemain harus diundi dulu mencari siapa pemain yang jaga. Cara pengundiannya adalah dengan cara ‘Uang’, yaitu membalikkan telapak tangan secara bersama-sama dan diakhiri dengan Syut apabila sudah satu lawan satu.

Pemain lawan yang terkena lemparan bola tidak boleh bermain lagi dan menunggu sampai pemain-pemain lain kena bengek. Jumlah permainan bola bengek ini tidak terbatas asal lebih dari dua orang. Pemain yang jaga atau locak adalah pemain yang terkena bengek.

Apabila pemain locak melempar bola ke arah pemain lawan, namun tidak mengenai sasaran, maka pemain lawan boleh menendang bola itu jauh-jauh atau mengover ke pemain lainnya, sehingga pemain yang locak berusaha mengejar dan memungut bola itu kembali dan melemparkannya kepada pemain lawan.

Kami yang sudah menyebar tidak boleh lengah dan menjauh dari jangkauan lemparan Doni kalau tidak ingin kena bengek. Gertakan Doni membuat kami jingkrak-jingkrak dan berkelit karena takut terkena lemparannya.

Tiba-tiba Doni melempar Alim. Alim yang sadar dilempar berusaha menghindar dan bola tidak mengenainya. Maka dengan cepat, Alim menendang bola itu jauh-jauh ke arah teman-teman yang lain. Doni pun mengejar bola itu, namun bola itu mengarah ke kaki  Tito dan Tito menendang bola itu ke arah Aku.

Aku yang tidak sangka kedatangan bola yang sangat cepat bergegas menendang bola itu, tapi tendanganku meleset dan Doni dengan cepat berusaha mengambil bola itu, tapi aku sudah terlanjur lari dan bersembunyi di tiang listrik.

Jarak Doni dan aku hanya 5 meter, dia berhasil mengambil bola itu dan mencoba melemparkannya ke arah aku. Aku yang bertubuh kurus itu mencoba mensejajarkan diri dengan tiang listrik. Doni menggertak-gertak agar aku keluar dari tempat persembunyian tapi aku tetap bertahan di balik tiang listrik.

Doni pun tak habis akal, dia lalu mengambung-ambungkan bola itu setinggi kepalanya sambil melangkah. Cara seperti itu diperbolehkan dalam permainan ini, agar dapat menjangkau pemain lawan. Dia sudah begitu dekat dengan ku dan kami seperti bermain Ci luk Ba...

Tiba-tiba Doni sekuat tenaga melemparkan bola itu ke arahku dan aku yang sadar akan dilempar segera berlari ke arah yang lain. Akibatnya bola lemparan Doni tidak mengenaiku.

“Aduuhh….!?” teriak seseorang sambil memaki-maki.

Orang yang berteriak kesakitan itu adalah orang dewasa yang sedang duduk di bangku panjang di sebuah kedai Mak Inong. Dia kesakitan karena punggungnya di bengek Si Doni. Doni tidak sengaja mengenai abang itu karena aku tadi menghindar dari lemparannya.

Orang dewasa itu tampaknya sedang kesal dan mengejar Si Doni. Lalu dia memukuli Doni bertubi-tubi hingga membuat Doni menangis. Permainan bola bengek terpaksa kami hentikan karena salah satu kawan kami sedang dipukuli, selain itu bola bengek kami juga disita abang itu. (dp)

No comments:

Post a Comment